DPR Tetapkan Papua Barat Daya Sebagai Provinsi ke-38 di Indonesia
VOA – dehillsnews – JAKARTA — Setelah pekan lalu mengesahkan pembentukan tiga provinsi baru, yakni provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan, rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada Kamis (17/11) menyetujui dan mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya menjadi undang-undang. Alhasil, Indonesia memiliki 38 provinsi.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengklaim kehadiran provinsi baru ini merupakan kebahagiaan bagi masyarakat wilayah Sorong Raya, Papua.
“Hari ini merupakan tonggak sejarah bagi masyarakat, khususnya masyarakat wilayah Sorong Raya dan sekitarnya. Tentunya bagi Indonesia yang penuh suka cita menyambut hadirnya Provinsi Papua Barat Daya sebagai prvinsi ke-38 Republik Indonesia,” kata Tito.
Tito Karnavian mengharapkan semua pihak tidak larut dalam kegembiraan atas hadirnya Provinsi Papua Barat Daya. Dia menegaskan banyak tugas ke depan yang membutuhkan kerjasama dan koordinasi semua pemangku kepentingan. Menurutnya kolaborasi semua pemangku kepentingan sangat diperlukan.
Dalam laporannya mewakili pimpinan Komisi II DPR, Anggota Komisi II Guspardi Gaus menjelaskan sesuai Pasal 76 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 juncto Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua, pemerintah dan DPR dapat melakukan pemekaran daerah di Papua.
“(Pemekaran ini bertujuan) untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, kesejahteraan masyarakat, serta mengangkat harkat dan martabat orang asli papua dengan memperhatikan aspek hukum, administrasi, hukum kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, kemampuan ekonomi, perkembangan pada masa yang akan datang dan atau aspirasi masyarakat Papua,” ujar Gaus.
Dia menambahkan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya itu dilakukan setelah pimpinan DPR menerima surat dari Presiden Joko Widodo bertanggal 20 Juli 2022, kemudian surat dari pimpinan DPR bertanggal 25 Agustus 2022.
Menindaklanjuti hal tersebut, Komisi II melakukan kunjungan ke Kota Sorong, Provinsi Papua Barat, untuk mencari masukan tentang rencana pembentukan Provinsi Papua Barat Daya.
Pengamat masalah Papua dari Universitas Pelita Harapan, Adriana Elisabeth kepada VOA menjelaskan yang paling penting dilakukan oleh penjabat gubernur adalah mempersiapkan sumber daya manusia dan birokrasi di provinsi baru tersebut. Sehingga dari hal itu bisa diketahui apakah semua persoalan dapat dirampungkan dalam waktu yang telah ditentukan.
Dia menekankan pemekaran belum tentu menjadi solusi terhadap beragam persoalan di Papua.
“Kalau kita bicara Papua kalau dikaitkan dengan situasi konflik, konflik itu tidak satu bentuk. Ada konflik politik, ada konflik sosial, dan ada konflik sumber daya alam. Saya melihat di papua Barat Daya itu akan ada masalah sumber daya alam yang harus diperhatikan. Kalau tidak, itu akan menjadi sumber konflik,” tutur Adriana.
Adriana menambahkan konflik sosial antara orang asli Papua dan pendatang umum terjadi di papua, namun ada pula daerah yang harmonisasi hubungan antara orang asli papua dan non-Papua berjalan baik. Tapi di provinsi baru perlu diperhatikan supaya bisa diredam atau diatasi jika ada masalah.
Berkaca dari pengalaman sebelumnya, menurut Adriana, Papua yang dulu hanya memiliki satu provinsi, kemudian dipecah menjadi dua, ternyata tidak bisa menyelesaikan konflik di sana. Akhirnya diputuskan dimekarkan sekarang menjadi empat provinsi dengan tujuan meningkatkan pelayanan publik terhadap masyarakat di Papua.
Artinya, birokrasi di keempat provinsi yang ada di Papua saat ini berupaya meningkatkan kinerja agar pelayanan terhadap publik di sana betul-betul mencapai kebutuhan masyarakat di masing-masing provinsi tersebut.
Adriana memperingatkan ada konflik bersenjata, seperti di Provinsi Papua Pegunungan. Bagaimana pemekaran bisa menyelesaikan konflik bersenjata itu atau malah menimbulkan persoalan baru. Di Provinsi Papua Selatan relatif aman tapi ada masalah sumber daya alam yang bisa berkonflik dengan masyarakat adat setempat.
Secara umum, lanjutnya, pemekaran itu baik namun harus dilihat apa potensi persoalan di wilayah bersangkutan agar tujuan pemekaran dapat dicapai, yakni mengakhiri semua masalah yang ada di provinsi baru tersebut.
Adriana menyebutkan langkah pertama bagi keempat provinsi baru di Papua itu adalah penunjukan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dan komitmen kerja untuk mengisi birokrasi, meningkatkan tata kelola pemerintahan untuk mencegah penyelewengan anggaran dan sebagainya, komunikasi antara pusat dan daerah harus baik.
Dia menegaskan harus ada evaluasi apakah potensi persoalan yang ada di Papua bisa diantisipasi dan masalah yang ada bisa diselesaikan, namun evaluasi ini tidak pernah dilakukan. [fw/ab]