Indonesia Segera Punya Rupiah Digital
Bank Indonesia (BI) menyebut bahwa Indonesia akan segera memiliki mata uang rupiah digital. Apa bedanya dengan rupiah yang saat ini beredar? Dan kapan rupiah digital ini akan segera beredar di Tanah Air?
VOA – REUTERS – JAKARTA — Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan bahwa pihaknya telah meluncurkan buku putih atau white paper pengembangan rupiah digital Indonesia atau Central Bank Digital Currency (CBDC) yang dinamakan Proyek Garuda. Dengan ini, kata Perry, Indonesia akan segera memiliki rupiah digital.
Dalam acara Meniti Jalan Menuju Rupiah Digital, di Jakarta, Senin (5/12), Perry menjelaskan perbedaan uang rupiah yang saat ini telah beredar di masyarakat dengan rupiah digital. Perry mengatakan bahwa pada prinsipnya keduanya adalah hal yang sama, yakni alat pembayaran yang sah di Indonesia.
“Bedanya yang ini adalah bentuknya uang kertas, yang itu bentuknya adalah digital. Dalam digital rupiah ada NKRI juga. Fitur-fitur yang ada di uang kertas juga ada dalam digital rupiah. Bedanya, kalau di dalam digital rupiah semuanya enkripsi dalam digital-digital, coding-coding. Coding-nya dienkripsi, yang tahu cuma BI,” ungkap Perry.
Ketika nanti rupiah digital ini resmi beredar, ujar Perry, maka Indonesia akan memiliki tiga jenis alat pembayaran yang sah, yakni rupiah digital, uang rupiah fisik, yakni kertas dan koin serta alat pembayaran dengan menggunakan kartu debit berbasis rekening.
Sebagai salah satu alat pembayaran yang sah, kata Perry rupiah digital ini nantinya bisa digunakan oleh masyarakat untuk melakukan berbagai transaksi kebutuhan sehari-hari, termasuk untuk membeli barang di metaverse.
“(Rupiah) digital bisa untuk beli rumah, mobil dengan transaksi digital. Untuk membeli barang yang di metaverse juga bisa, itu bedanya kalau yang ini (uang kertas) gak bisa untuk beli di metaverse, karena metaverse judulnya digital. Kalau alat pembayaran digital rupiah bisa dalam metaverse. Itulah yang disebut alat pembayaran digital yang sah yang istilahnya medium of exchange,” paparnya.
Lalu mengapa BI merasa perlu dan harus menerbitkan rupiah digital tersebut? Perry mengatakan sebagai bank sentral, BI ingin melayani masyarakat dengan lebih baik. Dengan 60 persen populasi penduduk Indonesia yang berasal dari kalangan milennial digitalisasi di bidang keuangan harus terus dilakukan oleh pihak regulator.
“Tapi di Indonesia yang kurang lebih 60 persen termasuk kaum milenial, anak cucu kita itu memerlukan alat pembayaran digital. Jadi alasan yang kedua BI sebagai Bank sentral satu-satunya di Indonesia ingin melayani masyarakat yang membutuhkan. Alat pembayaran uang cash kita siapkan, yang masih melakukan pembayaran berbasis kartu kita siapkan, ada anak-anak yang milenial yang memerlukan alat pembayaran digital yang sah kita keluarkan digital rupiah,” jelasnya.
Selain itu, menurutnya dengan melakukan digitalisasi mata uang, Indonesia akan lebih bisa memperluas kerja sama dengan pihak internasional, sehingga akan tercipta sebuah inklusi ekonomi keuangan yang lebih baik lagi ke depannya.
“Jadi alasannya adalah karena ini memang agar kita tetap juga terus bisa melakukan kerja sama internasional. Nanti ke depannya ada konversinya, nilai tukarnya digital rupiah dengan digital dollar, digital euro, digital Malaysia ringgit, itulah yang kita terus kembangkan,” katanya.
Berbagai persiapan telah dilakukan oleh pihak BI sebelum akhirnya nanti rupiah digital tersebut benar-benar beredar. Adapun tahap pertama adalah dengan meluncurkan white paper pengembangan rupiah digital Indonesia sebagai informasi awal kepada masyarakat.
Lanjutnya, kata Perry rupiah digital yang akan dikembangkan pada tahap awal memiliki dua jenis. Yakni rupiah digital jenis wholesaler (besar) yang kemudian akan diperluas ke sektor ritel (pengecer).
“Desain konsep yang akan kita kembangkan ada dua jenis. Di dalam digital currency itu ada wholesaler ada distributor dan ada yang retailer. Banyak negara beda-beda, tapi Bank Indonesia akan mulai dulu dengan wholesale CBDC,” kata Perry.
Rupiah digital jenis wholesaler tersebut, kata Perry hanya bisa digunakan oleh pihak yang telah ditunjuk oleh BI baik itu dari sektor perbankan maupun non perbankan. Sementara jenis ritel bisa digunakan oleh masyarakat luas seperti layaknya uang kertas atau logam namun dalam bentuk digital.
“Para pemain besar baik perbankan maupun non bank yang giat di dalam pelayanan jasa sistem pembayaran akan kita pilih siapa yang layak menjadi distributor digital rupiah,” tuturnya.
Tanggapan Industri Layanan Sistem Keuangan
Rencana penerbitan rupiah digital ini disambut baik oleh kalangan industri, terutama industri yang berhubungan dengan sistem keuangan.
Santoso Liem dari Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia melihat bahwa perkembangan ekosistem pembayaran di Indonesia telah berkembang luar biasa dalam lima tahun terakhir meskipun pandemi COVID-19 melanda. Namun, ia menggarisbawahi bahwa akan ada berbagai tantangan dalam mengembangkan rupiah digital ini, termasuk mengubah kebiasaan masyarakat dari menggunakan uang rupiah fisik ke menggunakan rupiah digital, beserta infrastruktur pendukung yang lebih kuat.
“Ini menjadikan industri retail dan industri wholesale dikonsolidasikan. Ini menjadikan sesuatu yang luar biasa karena percepatan ini kita diapresiasi oleh negara-negara tetangga dalam beberapa pertemuan seperti G20 misalnya,” katanya.
“Kita melihat bagaimana mereka mengapresiasi di dalam masa pandemi Indoensia maju sangat cepat di dalam digitalisasi. Tentunya kami mengucapkan banyak terimakasih karena industri telah dirangkul oleh regulator untuk bersama-sama karena pada akhirnya masyarakat yang menikmati, dan akan tercipta ffisiensi, keunggulan dan kebanggaan,” ungkap Santoso.
Hal senada juga disampaikan oleh Budi Gandasoebrata dari Asosiasi Fintech Indonesia. Budi sangat mengapresiasi bahwa Bank Indonesia senantiasa merangkul industri dalam pengembangan rupiah digital ini ke depan yang mana tidak semua negara melakukan hal serupa.
Budi berpendapat sebuah digitalisasi akan melahirkan level playing field yang sama di semua kalangan masyarakat.
“Jadi tadi masyarakat yang ingin kita serve malah menjadi tidak relevan dengan adanya digital rupiah ini karena yang terjauh menjadi dekat, yang tertinggal jadi sama-sama terdepan. Jadi saya rasa dengan adanya kerja sama antara BI dengan industri dengan perbankan maupun nonperbankan, digitalisasi semakin terasa dengan adanya digital rupiah ini menjadi salah satu bentuk bagaimana sinergi antara regulator dan juga antara industri bisa berjalan dengan baik,” katanya.
Dia mengatakan, asosiasi Fintech akan bergandengan tangan dengan BI, asosiasi sistem pelayanan Indonesia antara perbankan dan nonperbankan, terkait hal tersebut. [gi/lt]